Sabtu, 13 Juni 2009

“Perempuan itu Mulia!”


Totem pars pratoto
Sebagian yang diseluruhkan.

“Cowok itu...BRENGSEK!”

Pernyataan itu muncul dari seorang perempuan, yang menurut pengakuannya dicintai, dikagumi, dan disayangi oleh banyak laki-laki. Begitu banyak lelaki yang mengharap uluran cintanya. Tetapi anehnya bukan bahagia yang ia dapatkan, melainkan luka yang ia rasakan.

Terang saja luka yang ia rasakan, karena semua lelaki yang menghampirinya itu rata-rata memberikan sesuatu yang semu. Yang kadar kesenangannya hanya sesaat. Berharap beroleh kesenangan sejati, tapi yang ia dapatkan adalah luka hati.

Ia memang tampak kelihatan tangguh, tegas dan pantang menyerah. Tapi siapa sangka dibalik ketangguhannya sebagai seorang perempuan ia sejatinya rapuh, dan begitu mudahnya dipatahkan pertahanan bentengnya oleh makhluk bernama laki-laki. Ia seperti bersembunyi dibalik perangai tangguh. Sedemikian sering serangan yang terus memborbardir dari berbagai penjuru membuatnya hampir tak berdaya. Dalam ketakberdayaan itulah ia memberanikan diri untuk membunuh.

“Aku adalah pembunuh. Untuk kesekian kalinya, aku telah membunuh perasaan laki-laki terhadapku.” Meski pembunuhan itu ia lakukan dengan penuh rasa iba dan diluar keinginan yang begitu hebat. Tetapi ia tetap melakukannya.

Setelah itu ia akan murung beberapa hari sebelum akhirnya pulih kembali seperti sedia kala.

Membunuh adalah jalan terakhir agar perasaan itu tak hidup lagi. Membunuh adalah satu-satunya cara untuk bisa menghentikan langkah yang bisa mematikannya. Membunuh adalah pilihan ketika cara-cara halus dengan mendiamkannya, mengacuhkannya, tak membuat laki-laki berhenti mengejarnya. Ya membunuh! Ia menjadi seorang pembunuh!! Kepadaku, ia memberikan daftar nama-nama yang sudah ia bunuh dengan cara yang sama. Aku hanya terperangah tak percaya sambil berkata,”Sadis benar kamu ini.”

Dalam hatinya, sebenarnya muncul perasaan bersalah lantaran terlalu banyak perasaan yang dibunuh dengan tangannya. Meski tindakan itu diyakininya sebagai kebenaran, dan memang itulah kebenaran, tetapi perasaan bersalah itu tetap saja ada. Dan selalu menghiasi hari-harinya. Takut kalau-kalau ia akan membunuh lagi.

Sebuah kesan yang seakan melepas ketergantungan terhadap laki-laki, walau sebenarnya ia sangat merindukan, mengharapkan sosok yang membawakanya cinta suci melalui ikatan pernikahan. Hanya saja karena terlalu sering menemui beberapa laki-laki yang kebetulan berkepribadian brengsek, ia dengan mudahnya mengambil kesimpulan, bahwa sebagian laki-laki itu mewakili semua karakter kebrengsekan beberapa lelaki. Bahkan ketika ada seseorang yang berusaha serius mengajaknya menikah, entah sadar atau tidak, ia juga menyatakan bahwa laki-laki itu brengsek. Bahkan, ketika ajakan itu dilakukan dengan cara yang santun sekalipun!
Beruntungnya sejak awal, lelaki itu mengatakannya dengan sesuatu yang membuatnya perlu waktu untuk dirinya pikir-pikir.

“Aku ingin kita segera dipertemukan sebagai pasangan hidup, dikumpulkan dalam kebaikan, kebahagiaan, kemesraan, dan canda tawa yang tak putus-putusnya mengisi kehidupan rumah tangga. Kalaupun ada butir-butir bening yang menetes dari sudut air mata, semoga itu adalah air mata kebahagiaan

Kalau kau menerimaku (menjadi suamimu) aku ucapkan alhamdulilah, tetapi kalau sebaliknya aku lantangkan Allah Akbar! Sebab dengan begitu aku masih bisa tersenyum. Sebab itu pula, meraih atau tidak mendapatkanmu, cinta akan tetap saya dapatkan, karena saya melakukan ini semata-mata hanya untuk menjaga diri. Tak apa, kau tak menerima, masih ada banyak muslimah lain yang akan menerimaku.”

Lelaki itu bersyukur dan tak begitu gampang larut dalam gulana rasa.

Mari kita kembali ke cowok brengsek tadi. Aku hanya tersenyum ketika mendengar perkataannya semacam itu. Seperti tak pernah terpikir lebih dulu, bahwa kebrengsekan seseorang itu tidak hanya dilakukan oleh laki-laki. Semua orang berpeluang melakukan kesalahan, karena sejatinya akhir pada sebuah penilaian itu hanya ada dua, baik dan buruk. Bukan tampan dan tak tampan, cantik dan tak cantik. Dan, itu kaitannya dengan hati. Dan hati ada kaitannya dengan rasa. Brengsek berarti masuk kategori penilaian buruk. Dan penilaian itu erat kaitannya dengan pikiran seseorang.

Totem pars pratoto. Sebagian untuk seluruh. Begitulah pernyataannya kalau dikategorikan dalam majas. Saya meyakini dengan sepenuh hati, rasa, dan pikiran kalau pendapat itu keluar ketika hati, rasa dan pikiran itu sedang kalut, tidak dalam keadaan selaras.

Saya juga sama sekali tak terganggu ketika ada perkataan senada macam itu. Yang namanya pendapat itu sifatnya subjektif. Karena subjektif itulah, yang bertanggungjawab terhadap opini itu tentu saja si pelaku yang memberi penilaian itu tadi.

Saya tak bisa membayangkan, apakah nanti ketika ia menemukan sosok lelaki yang setampan Ali, sebaik Abu Bakar, seberani Umar, secerdas Usman maka akan mengalihkan pendapatnya menjadi Laki-laki itu baik!

Saya hanya berharap selaksa energi positif akan segera memenuhi ruang hatinya. Dan, sepercik energi positif itu sebenarnya telah ia dapatkan. Hanya saja yang jadi masalah, ia menampungnya di tempat yang khusus atau malah membiarkannya begitu saja. Salah satunya adalah ketika ia mengirimkan pesan singkat bahwa cowok itu brengsek, untuk meneguhkan penilaiannya itu, kepada seorang lelaki yang ia merasa nyaman ketika berada di dekatnya, ia langsung mendapat jawaban.

“Perempuan itu... MULIA.”







Tidak ada komentar: